Kerjasama Antar-Desa Menurut UU Desa dan Peraturan Pelaksanaannya

0
12909

Berdasarkan PasalĀ  91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja sama dengan Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antar-Desa sendiri meliputi:

  1. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing;
  2. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-Desa; dan/atau
  3. bidang keamanan dan ketertiban.

Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:

  1. pembentukan lembaga antar-Desa;
  2. pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
  3. perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
  4. pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan;
  5. masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada; dan
  6. kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.

Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.

Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.

Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa. Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian bersama. Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:

  1. ruang lingkup kerja sama;
  2. bidang kerja sama;
  3. tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
  4. jangka waktu;
  5. hak dan kewajiban;
  6. pendanaan;
  7. tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
  8. penyelesaian perselisihan.

Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya, dan tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada kepala Desa.

Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama Desa dapat berakhir apabila:

  1. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian;
  2. tujuan perjanjian telah tercapai;
  3. terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan;
  4. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;
  5. dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
  6. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  7. objek perjanjian hilang;
  8. terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau nasional; atau
  9. berakhirnya masa perjanjian.

Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh camat. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota. Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.

Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian melalui proses hukum.