Membangun Era Baru Ekonomi Desa

0
1381

Oleh: Andie Putra Pratama, S.STP*

Banjarbaru, BPMPD (20/9) – Dahulu, konsep pembangunan di Indonesia sejatinya berkaitan dengan konsep Developmentalisme yang dikembangkan oleh negara-negara barat dan dipraktikkan di Indonesia pada masa Orde Baru. Istilah ini sering dipakai untuk menunjuk pada perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi, modernisasi dan rekayasa sosial. Dalam konteks pemerintahan Orde Baru, implementasi konsep pembangunan meletakkan desa sebagai objek pembangunan, yaitu pihak yang hanya menerima manfaat dari pembangunan, bukan pihak yang menyelenggarakan pembangunan yang didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan desa.

Implementasi paradigma pembangunan tersebut berlangsung cukup lama dan akibatnya masih bisa dirasakan sampai saat ini. Setidaknya akibat yang menonjol ada gejala-gejala sebagai berikut; Pertama, mental ketergantungan desa pada program-program pembangunan dari pemerintah, baik dari Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kemandirian dan inisiatif baik Pemerintah Desa maupun masyarakat Desa tidak terasah dengan baik dikarenakan pola pikir mereka yang menganggap bahwa tanpa bantuan dari pemerintah maka tidak ada kegiatan pembangunan yang dilakukan. Kedua, dengan datangnya program dari pusat, desa tidak lagi dipandang sebagai sumber penghidupan, melainkan hanya asal kehidupan atau kampung halaman yang sewaktu-waktu dapat ditinggalkan. Akhirnya timbul gerak urbanisasi secara besar-besaran dari desa ke kota karena dianggap lebih menjanjikan penghidupan dan fasilitas yang lebih baik.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membalikkan perspektif di atas dengan menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pembalikkan itu dapat ditemukan melalui pengakuan atas hak asal usul desa (rekognisi) dan kewenangan lokal berskala sesa (subsidiaritas) yang menjadi dua asas utama pengaturan desa. Perspektif yang dikembangkan dari Undang-undang Desa mengubah pola pikir dari “Membangun Desa” menjadi “Desa Membangun”. Konsep Desa Membangun memiliki skala yang lebih luas dan nasional, dengan kemandirian dan kapasitasnya, di mana tujuan dari Desa Membangun adalah; pertama, menjadikan desa sebagai basis penghidupan dan kehidupan masyarakat secara berkelanjutan; kedua, menjadikan desa sebagai ujung depan yang dekat dengan masyarakat, serta desa yang mandiri. Dengan demikian, desa tidak hanya berpartisipasi dalam perencanaan saja, tetapi juga sebagai aktor atau subjek utama yang merencanakan, membiayai dan melaksanakan setiap kegiatan pembangunan di desanya.

Terbukanya kesempatan bagi desa dalam kegiatan pembangunan sekaligus membuka Era Baru Ekonomi Desa di Indonesia. Pada tahun 2015, Pemerintah mengucurkan Dana Desa sebesar 20,7 triliun rupiah, ternyata mengalami peningkatan yang sangat signifikan menjadi 47 triliun rupiah atau sekitar 125 persen di tahun 2016, sehingga rata-rata setiap desa menerima 600-800 juta rupiah atau dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Bahkan tahun 2017, ditargetkan akan meningkat lagi menjadi 1 miliar per desa sesuai dengan rencana dari pemerintah. Ini membuktikan bahwa pemerintah begitu serius menggarap perekonomian desa.

Yang menarik dari konsep Desa Membangun adalah setiap desa diharapkan akan memiliki produk ekonomi unggulan. Dengan menggunakan jargon One Village One Product (Satu Desa Satu Produk), dan diperdalam dengan semangat  pembentukan One Village One Bumdesa (Satu Desa Satu Bumdesa). Jika hal tersebut diterapkan, diharapkan setiap desa tidak hanya memproduksi hanya dalam satu potensi Sumber Daya Alam (SDA) saja, tetapi juga dalam berbagai potensi-potensi lain yang dapat berkembang sesuai dengan kondisi di desa masing-masing, sehingga setiap desa terpacu untuk selalu meningkatkan diversifikasi produk dan daya saing antara satu desa dengan desa yang lainnya. Dengan demikian, implementasi dari kosep Desa Membangun memberikan kesempatan bagi setiap pelaku Ekonomi Desa untuk mengembangkan inovasi dan kreativitas.

Terobosan Kemendesa PDTT di tengah Penghematan Anggaran

Membangun Era baru Ekonomi Desa menjadi sebuah progress besar bagi pembangunan nasional, di mana setiap kegiatan pembangunan tidak lagi dilakukan secara terpusat, melainkan dimulai dari pinggiran. Namun, kebijakan dari pemerintah pusat untuk menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedikit banyak memberikan pengaruh pada kegiatan-kegiatan pembangunan, termasuk kegiatan pembangunan desa.

Menyikapi kondisi tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI Eko Putro Sanjoyo menyatakan bahwa langkah penting yang dilakukan adalah membangun komitmen yang kuat pada 17 Kementerian yang terkait dengan pembangunan desa. Hal ini dilakukan agar setiap pihak tidak berjalan sendiri-sendiri melakukan kegiatan pembangunannya.

Perlunya mengubah rasa skeptis menjadi sebuah keyakinan dibalik keterbatasan dari upaya pemerintah dan sumber daya alam yang dimiliki. Artinya bahwa dorongan untuk mencapai kemajuan dalam pembangunan desa dimulai dari masyarakat desa itu sendiri. Sedikit demi sedikit, ketergantungan terhadap pemerintah harus dikurangi dan masyarakat harus menghidupkan unit-unit usaha produktif dengan membentuk Bumdesa. Saat ini, masyarakat adalah manajernya, bila unit-unit usaha dalam Bumdesa dapat dikelola dengan baik maka keuntungannya pun akan melebihi dari Dana Desa yang diberikan.

Selain merubah mindset dan menumbuhkan motivasi, terobosan-terobosan yang perlu dilakukan adalah melakukan pemetaan terhadap desa-desa yang tersebar di beberapa Provinsi yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. Dengan  strategi ini diharapkan desa-desa yang dipetakan dapat menjadi percontohan bagi desa-desa lainnya. Selain itu, percepatan akses Teknologi dan Informasi juga harus mengiringi pembangunan infrasturktur ke dalam desa, sehingga pengembangan ekonomi desa didukung sarana prasarana yang optimal dan masyarakat desa yang melek teknologi.

Terlepas dari terobosan yang dilakukan di tengah-tengah isu penghematan anggaran, yang terpenting adalah optimisme dari seluruh unsur dalam membangun Era Baru Ekonomi Desa. Unsur-unsur yang berperan di sini tidak hanya pemerintah saja, tetapi  juga seluruh lapisan masyarakat desa. Masyarakat patut berbangga memiliki desanya sendiri, karena desa membangun Indonesia.

*Pelaksana Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat
BPMPD Provinsi Kalimantan Selatan