Perencanaan Pembangunan Desa

0
3208

Pasal 79 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa Pemerintah Desa harus menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Selanjutnya pada pasal 115 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan Perencanaan pembangunan Desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.

Pentingnya desa memiliki perencanaan karena desa harus mengatur dan mengurus dirinya sesuai dengan kewenangannya sebagai self governing community. Artinya, perencanaan desa akan semakin memperkuat hak dan kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan desa (aset desa) sebagai kekuatan utama membangun desa. Desa tidak lagi selalu “menunggu perintah atasan” dalam menyelenggarakan urusan dirinya sendiri, ada keberanian dan kreativitas serta inovasi yang terumuskan dalam dokumen perencanaan yang legal di desa.

Dengan membangun mekanisme perencanaan desa yang didasarkan pada aspirasi dan partisipasi masyarakat yang ditetapkan dengan peraturan desa, mencerminkan keberpihakan negara terhadap hak-hak desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat melalui kebijakan perencanaan desa bukan sekedar “pemanis kata” tetapi benar-benar menjadi kenyataan.

Menurut UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan perencanaan pembangunan adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sesuai ketentuan umum pasal 1, Permendagri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, menyatakan perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.

Perencanaan pembangunan desa sebaiknya memperhatikan hakekat dan sifat desa yang tentu berbeda dengan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan perwujudan asas desentralisasi. Sedangkan kemandirian desa berangkat dari asas rekognisi (pengakuan dan penghormatan) serta asas subsidiaritas (lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan atau bisa disebut sebagai penerapan kewenangan berskala lokal desa). Dengan kalimat lain, hakikat dan sifat kemandirian desa adalah kemandirian dari dalam dan kemandirian dari bawah. Sebagai contoh, selama ini desa bisa mengembangkan sumber daya lokal secara mandiri (misalnya mendirikan pasar desa, lumbung desa, pengadaan air bersih, dll.) tanpa harus dikontrol oleh regulasi dari atas.

Perencanaan pada dasarnya merupakan irisan antara pemerintahan dan pembangunan desa. Pemerintahan mencakup kewenangan, kelembagaan, perencanaan, dan penganggaran/keuangan. Perencanaan desa harus berangkat dari kewenangan desa. Perencanaan desa bukan sekadar membuat usulan yang disampaikan kepada pemerintah daerah, yang lebih penting perencanaan desa adalah keputusan politik yang diambil secara bersama oleh pemerintah desa dan masyarakat desa.

Tentang kewenangan desa yang menjadi dasar perencanaan desa kemudian dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 34 yaitu;

  1. Kewenangan desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas; sistem organisasi masyarakat adat; pembinaan kelembagaan masyarakat; pembinaan lembaga dan hukum adat; pengelolaan tanah kas Desa; dan pengembangan peran masyarakat Desa.
  2. Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas kewenangan: pengelolaan tambatan perahu; pengelolaan pasar Desa; pengelolaan jaringan irigasi; pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa; pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan; pengelolaan air minum berskala Desa; dan pembuatan jalan desa antar permukiman ke wilayah pertanian.
    Kewenangan tersebut mengindikasikan bahwa rencana pembangunan desa tidak hanya bersifat fisik dan infrastruktur seperti yang terjadi selama ini, tetapi menyangkut juga pelayanan publik, ekonomi dan pengembangan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat dan desa.

Membuat perencanaan program dan kegiatan bukanlah mengumpulkan daftar keinginan masyarakat desa.Bukan pula sekadar membuat daftar usulan tanpa alasan yang logis mengapa kegiatan tersebut penting menjadi agenda program pembangunan desa. Karenanya penting bagi para perencana kebijakan pembangunan desa memperhatikan prinsip-prinsip perencanaan desa sebagai berikut:

  1. Belajar dari pengalaman dan menghargai perbedaan, yaitu bagaimana perencanaan desa dikembangkan dengan memetik pembelajaran terutama dari keberhasilan yang diraih. Dalam kehidupan antar masyarakat di desa tentu ada perbedaan sehingga penting untuk mengelola perbedaanmenjadi kekuatan yang saling mengisi.
  2. Berorientasi pada tujuan praktis dan strategis, yaitu rencana yang disusun harus dapat memberikan keuntungan dan manfaat langsung secara nyata bagi masyarakat. Rencana pembangunan desa juga harus membangun sistem yang mendukung perubahan sikap dan perilaku sebagai rangkaian perubahan sosial.
  3. Keberlanjutan, yaitu proses perencanaan harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat. Perencanaan juga harus mampu mendorong keberlanjutan ketersediaan sumber daya lainnya.
  4. Penggalian informasi desa dengan sumber utama dari masyarakat desa, yaitu bagaimana rencana pembangunan disusun mengacu pada hasil pemetaan apresiatif desa.
  5. Partisipatif dan demokratis, yaitu pelibatan masyarakat dari berbagai unsur di desa termasuk perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya. Harus dipastikan agar mereka juga ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tidak semata karena suara terbanyak namun juga dengan analisis yang baik.
  6. Pemberdayaan dan kaderisasi, yaitu proses perencanaan harus menjamin upaya-upaya menguatkan dan memberdayakan masyarakat terutama perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya.
  7. Berbasis kekuatan, yaitu landasan utama penyusunan rencana pembangunan desa adalah kekuatan yang dimiliki di desa. Dukungan pihak luar hanyalah stimulan untuk mendukung percepatannya.
  8. Keswadayaan, yaitu proses perencanaan harus mampu membangkitkan, menggerakkan, dan mengembangkan keswadayaan masyarakat.
  9. Keterbukaan dan pertanggungjawaban, yaitu proses perencanaan terbuka untuk diikuti oleh berbagai unsur masyarakat desa dan hasilnya dapat diketahui oleh masyarakat. Hal ini mendorong terbangunnya kepercayaan di semua tingkatan sehingga bisa dipertanggungjawabkan bersama.